Responsive image

SEJUTA RASA SEJUTA CERITA : DIBALIK NIKMATNYA SECANGKIR KOPI SUMBERWRINGIN


Kopiraisa.com - Sejak lebih dari satu abad, Java Coffee Ijen Raung menjadi istilah yang terus melekat. Hingga kini digunakan untuk menyebut hasil perkebunan kopi dari pegunungan Ijen dan Raung – Kabupaten Bondowoso. Saking terkenalnya kopi dari tanah Jawa di masa itu, orang Amerika sampai memunculkan istilah ‘a cup of Java’ yang artinya ‘secangkir kopi’. Java menjadi salah satu pengganti kata ‘kopi’.

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur dengan potensi bidang pertanian dan perkebunan yang sangat besar. Salah satunya bisa ditunjukkan dengan potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Sumberwringin. Potensi terbesar kecamatan Sumberwringin adalah perkebunan kopi yang dapat menghasilkan biji kopi robusta dan arabika. Ada sebanyak 20 pelaku UMKM Kopi yang masih eksis hingga saat ini, meliputi 6 desa yang ada di Kecamatan Sumberwringin. Kualitas yang dimiliki oleh kopi khas Sumberwringin ini tidak kalah saing dengan kopi dari daerah lain, aroma kopi Sumberwringin pun masih bisa tercium dan dirasakan cita rasanya di Eropa. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya produk kopi yang telah diekspor ke luar negeri, bahkan perusahaan besar seperti Starbucks Coffe pun telah dua kali datang ke Sumberwringin dan menjadikan kopi khas kecamatan ini sebagai varian kopi dalam brand mereka.

Bermula dari kolonial Belanda membuat perkebunan di ketinggian antara 1.100 -1.550 meter diatas permukaan laut, karena cocok untuk budidaya kopi robusta ataupun arabika. Topografi Pegunungan Ijen yang terdiri dari batuan pyroxene andesit, basalt, dan sedikit horblende menunjukkan lingkungan lahan yang sesuai untuk potensi perkebunan kopi. Pegunungan Ijen dicatat oleh Smith Ferguson, rata-rata curah hujan 1.636 mm per tahun sebanyak 114 hari. Sedangkan, temperatur udara rata-rata 18 derajat Celcius, dengan kelembaban udara mula 57,4% sampai 95,7%.

Dulu para petani perkebunan kopi rakyat di lereng Gunung Ijen memperlakukan kopi ala kadarnya, mereka biasa menjemur kopi di pinggir jalan sehingga menyebabkan terpapar bau bahan bakar dan polusi kendaraan yang lewat. Bahkan kopi yang bisa menyeberang ke luar negeri itu hanya berasal dari perkebunan milik PTPN, sedangkan perkebunan rakyat hanya berakhir dalam kemasan ketengan yang dijual di warung-warung desa. Namun sekarang mereka sudah paham betul bagaimana memperlakukan biji-biji kopi tersebut, mulai dari memetik sampai pengemasa

Sejak 2011, masif bermunculan perkebunan baru diluar area kebun kopi peninggalan kolonial. Terbentuklah ‘perkebunan rakyat’ yang dikelola warga bersama dengan Perhutani di atas lahan seluas 1.300 hektare. Sebagian lahan itu dahulunya adalah hutan korban pembabatan liar yang terbengkalai. Lambat laun, Perhutani dan petani-petani lokal penggarap lahan baru itu turut menikmati penjualan butir kopi dengan harga ekspor. Pada tahun ini pula, merupakan tahun awal mimpi dan harapan petani kopi di lereng Gunung Ijen dan Raung terbuka. Saat itu, Pemerintah Kabupaten Bondowoso akhirnya tergerak untuk memfasilitasi petani melakukan ekspor perdana dan mengadakan MoU dengan 7 pihak dalam rangka meningkatkan hasil perkebunan kopi. 7 pihak tersebut antara lain: Dishutbun (pada Tahun 2017 dimerger dengan Dinas Pertanian) Bondowoso, Bank Indonesia, Bank Jatim, Puslit Koka, Perhutani, Apeki dan Indokom sebagai eksportirnya. Hal ini ditandai dengan berhasil dilakukannya ekspor perdana ke Swiss. Pencapaian ini membuat semangat para petani kopi untuk terus memperkenalkan kopi Sumberwringin.

Sejak menasbihkan diri sebagai "Republik Kopi" pada Mei 2016, Kabupaten Bondowoso menyebut banyak perubahan yang terasa di sektor pertanian, khususnya kopi. Mulai dari serbuan pembeli dari luar kota hingga kian meluasnya areal tanaman kopi yang mencapai 14 ribu hektar. Berkat bantuan pelatihan dan fasilitas penunjang yang diberikan pemerintah, para petani kopi kini bisa membuat kualitas kopi memiliki cita rasa berdaya saing tinggi, tak hayal produk kopi yang dimiliki bisa tembus ekspor hingga ke Eropa. Ini bersamaan dengan datangnya permintaan kopi dari berbagai negara di berbagai benua. Bahkan, Kementerian Luar Negeri mengulurkan tangan langsung untuk membantu membuka pasar ke wilayah Eropa Tengah dan Timur. Negara tujuannya tak lain adalah Rusia, Ceko, Polandia dan Hungaria. Tahun 2014 lalu, nilai ekspor kopi arabika dan robusta hasil kluster kopi mencapai Rp 20 miliar lebih. Ini diperoleh dari penjualan 529,2 ton kopi arabika dengan nilai Rp 19 miliar lebih. Sementara dari kopi robusta 29,8 ton dengan nilai Rp 600 juta lebih.

Rentetan peristiwa berkesan inilah yang kemudian menjadi bukti sejarah bahwasannya kopi Sumberwringin memiliki kejayaan hingga sekarang. Kopi Ijen Raung menjadi contoh klaster kopi yang sukses di Indonesia. Pengelolaan yang dilakukan secara “keroyokan”, saling bersinergi antar berbagai elemen, bisa menjadi contoh bahwa penyelesaian masalah bangsa ini membutuhkan kerja sama, sinergi, dan saling menghargai. Cerita inilah yang selalu membuat para pelaku UMKM kopi untuk terus menjaga cita rasa serta kualitas kopi yang ada. Maka saat berkunjung ke Bondowoso selain menikmati keindahan Gunung Ijen dan Gunung Raung belum lengkap rasanya bila tidak mampir di Kecamatan Sumberwringin untuk mencicipi Kopi Jawa Ijen Raung. Sebab, dalam satu seduhan tercipta begitu banyak rasa: mint, pahit, kecut, dan manis. Sedangkan, aromanya segar mirip rempah-rempah. Selain mendapatkan sejuta cita rasa kopi kelas dunia kalian juga akan bisa langsung bercengkerama dengan para pelaku UMKM kopi yang memiliki sejuta cerita tentang sepak terjang kopi Sumberwringin.