SEJUTA RASA SEJUTA CERITA : DIBALIK NIKMATNYA SECANGKIR KOPI SUMBERWRINGIN
Senin, Maret 01 2021 Oleh admin
Kopiraisa.com - Sejak lebih dari satu abad, Java Coffee Ijen Raung menjadi
istilah yang terus melekat. Hingga kini digunakan untuk menyebut hasil
perkebunan kopi dari pegunungan Ijen dan Raung – Kabupaten Bondowoso. Saking
terkenalnya kopi dari tanah Jawa di masa itu, orang Amerika sampai memunculkan
istilah ‘a cup of Java’ yang artinya ‘secangkir kopi’. Java menjadi salah satu
pengganti kata ‘kopi’.
Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Jawa Timur dengan potensi bidang pertanian dan perkebunan yang sangat
besar. Salah satunya bisa ditunjukkan dengan potensi yang dimiliki oleh
Kecamatan Sumberwringin. Potensi terbesar kecamatan Sumberwringin adalah
perkebunan kopi yang dapat menghasilkan biji kopi robusta dan arabika. Ada
sebanyak 20 pelaku UMKM Kopi yang masih eksis hingga saat ini, meliputi 6 desa
yang ada di Kecamatan Sumberwringin. Kualitas yang dimiliki oleh kopi khas
Sumberwringin ini tidak kalah saing dengan kopi dari daerah lain, aroma kopi
Sumberwringin pun masih bisa tercium dan dirasakan cita rasanya di Eropa. Hal
ini terjadi karena begitu banyaknya produk kopi yang telah diekspor ke luar
negeri, bahkan perusahaan besar seperti Starbucks
Coffe pun telah dua kali datang ke Sumberwringin dan menjadikan kopi khas
kecamatan ini sebagai varian kopi dalam brand mereka.
Bermula dari kolonial Belanda membuat perkebunan di
ketinggian antara 1.100 -1.550 meter diatas permukaan laut, karena cocok untuk
budidaya kopi robusta ataupun arabika. Topografi Pegunungan Ijen yang terdiri
dari batuan pyroxene andesit, basalt, dan sedikit horblende menunjukkan
lingkungan lahan yang sesuai untuk potensi perkebunan kopi. Pegunungan Ijen
dicatat oleh Smith Ferguson, rata-rata curah hujan 1.636 mm per tahun sebanyak
114 hari. Sedangkan, temperatur udara rata-rata 18 derajat Celcius, dengan
kelembaban udara mula 57,4% sampai 95,7%.
Dulu para petani perkebunan kopi rakyat di lereng
Gunung Ijen memperlakukan kopi ala kadarnya, mereka biasa menjemur kopi di
pinggir jalan sehingga menyebabkan terpapar bau bahan bakar dan polusi
kendaraan yang lewat. Bahkan kopi yang bisa menyeberang ke luar negeri itu
hanya berasal dari perkebunan milik PTPN, sedangkan perkebunan rakyat hanya berakhir
dalam kemasan ketengan yang dijual di warung-warung desa. Namun sekarang mereka
sudah paham betul bagaimana memperlakukan biji-biji kopi tersebut, mulai dari
memetik sampai pengemasa
Sejak 2011, masif bermunculan perkebunan baru diluar
area kebun kopi peninggalan kolonial. Terbentuklah ‘perkebunan rakyat’ yang
dikelola warga bersama dengan Perhutani di atas lahan seluas 1.300 hektare.
Sebagian lahan itu dahulunya adalah hutan korban pembabatan liar yang
terbengkalai. Lambat laun, Perhutani dan petani-petani lokal penggarap lahan
baru itu turut menikmati penjualan butir kopi dengan harga ekspor. Pada tahun ini
pula, merupakan tahun awal mimpi dan harapan petani kopi di lereng Gunung Ijen
dan Raung terbuka. Saat itu, Pemerintah Kabupaten Bondowoso akhirnya tergerak
untuk memfasilitasi petani melakukan ekspor perdana dan mengadakan MoU dengan 7
pihak dalam rangka meningkatkan hasil perkebunan kopi. 7 pihak tersebut antara
lain: Dishutbun (pada Tahun 2017 dimerger dengan Dinas Pertanian) Bondowoso,
Bank Indonesia, Bank Jatim, Puslit Koka, Perhutani, Apeki dan Indokom sebagai
eksportirnya. Hal ini ditandai dengan berhasil dilakukannya ekspor perdana ke
Swiss. Pencapaian ini membuat semangat para petani kopi untuk terus memperkenalkan
kopi Sumberwringin.
Sejak menasbihkan diri sebagai "Republik
Kopi" pada Mei 2016, Kabupaten Bondowoso menyebut banyak perubahan yang
terasa di sektor pertanian, khususnya kopi. Mulai dari serbuan pembeli dari
luar kota hingga kian meluasnya areal tanaman kopi yang mencapai 14 ribu
hektar. Berkat bantuan pelatihan dan fasilitas penunjang yang diberikan
pemerintah, para petani kopi kini bisa membuat kualitas kopi memiliki cita rasa
berdaya saing tinggi, tak hayal produk kopi yang dimiliki bisa tembus ekspor
hingga ke Eropa. Ini bersamaan dengan datangnya permintaan kopi dari berbagai
negara di berbagai benua. Bahkan, Kementerian Luar Negeri mengulurkan tangan
langsung untuk membantu membuka pasar ke wilayah Eropa Tengah dan Timur. Negara
tujuannya tak lain adalah Rusia, Ceko, Polandia dan Hungaria. Tahun 2014
lalu, nilai ekspor kopi arabika dan robusta hasil kluster kopi
mencapai Rp 20 miliar lebih. Ini diperoleh dari penjualan 529,2 ton kopi
arabika dengan nilai Rp 19 miliar lebih. Sementara dari kopi robusta 29,8 ton
dengan nilai Rp 600 juta lebih.
Rentetan peristiwa berkesan inilah yang kemudian
menjadi bukti sejarah bahwasannya kopi Sumberwringin memiliki kejayaan hingga
sekarang. Kopi Ijen Raung menjadi contoh klaster kopi yang sukses di Indonesia.
Pengelolaan yang dilakukan secara “keroyokan”, saling bersinergi antar berbagai
elemen, bisa menjadi contoh bahwa penyelesaian masalah bangsa ini membutuhkan
kerja sama, sinergi, dan saling menghargai. Cerita inilah yang selalu membuat para
pelaku UMKM kopi untuk terus menjaga cita rasa serta kualitas kopi yang ada. Maka
saat berkunjung ke Bondowoso selain menikmati keindahan Gunung Ijen dan Gunung
Raung belum lengkap rasanya bila tidak mampir di Kecamatan Sumberwringin untuk mencicipi
Kopi Jawa Ijen Raung. Sebab, dalam satu seduhan tercipta begitu banyak rasa:
mint, pahit, kecut, dan manis. Sedangkan, aromanya segar mirip rempah-rempah.
Selain mendapatkan sejuta cita rasa kopi kelas dunia kalian juga akan bisa
langsung bercengkerama dengan para pelaku UMKM kopi yang memiliki sejuta cerita
tentang sepak terjang kopi Sumberwringin.